Penulis : Ahlul Fajri
Ketua Bidang Idiologi, Politik & Hubungan Pemerintahan MPC PP Llg – Laskar Anti Korupsi Pejuang 45
Mengoreksi, mengkritisi penguasa bukanlah suatu penghinaan atau pelecehan dan juga bukanlah membuka aib sesama Manusia dan kader Pemuda Pancasila MPC kota Lubuklinggau Pasalnya obyeknya adalah kebijakan mereka yang zalim pada rakyat, bukan pribadi mereka, perbuatan zalim itu adalah seperti memperjualbelikan kepemilikan umum seperti BBM, Listrik, Air, Gas dll kepada rakyat padahal itu adalah hak mereka, memberikan kepemilikan SDM kepada pihak lain yaitu Asing dan Aseng, mengkriminalisasikan ajaran Islam seperti jihad dan khilafah, mencurigai dakwa sebagai suatu aktifitas teroris.
Kebijakan seperti itu tentu wajib untuk di kritik dan dikoreksi begitu juga kelicikan penguasa yang dalam kekuasaannya selalu mencari keuntungan pribadi, kelompok, oligarki dan partainya dari berbagai bidang jasa layanan publik dari layanan pendidikan, layanan kesehatan dan sebagainya hal ini wajib di kritik, dikoreksi untuk diluruskan sambung Ahlul sapaan sehari hari.
Menghalang halangi AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR adalah Kemungkaran dan ini berarti akan melanggengkan kezaliman penguasa dan akan menyebabkan kerusakan yang sangat besar.
Menanggapi rencana Pemerintah dan DPR yang akan mengesahkan revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana dalam waktu dekat hal ini dapat kita katakan keduanya adalah otoriter karena tertutup dalam proses pembahasannya, baik itu Pemerintah apalagi DPR yang seharusnya adalah berpihak kepada rakyat karena mereka adalah wakil rakyat namun sebaliknya DPR malah menutup hak rakyat untuk memberikan saran atau mengkeritik materi Rancangan perubahan RKUHP itu, apalagi dalam RKUHP itu terkandung hal yang menfancam warga negara yang dianggap melakukan penghinaan terhadap pemerintah,DPR dan Kepolisian
Warga yang disangka melakukan tindakan tersebut diancam hukuman penjara, banyak pihak menilai RKUHP ini akan membawa negeri ini kearah negara otoriter karena pembahasannya tertutup.
RKUHP tersebut dinilai bertujuan membungkam rakyat yang mengkritik pemerintahnya sendiri, RKUHP tersebut juga di nilai berpotensi menutup kewajiban rakyat mengkritisi, mengoreksi penguasa.
Bahaya Pasal Karet.
Pasal pasal yang berisi ancaman terhadap warga yang dituduh melakukan penghinaan di khawatirkan akan menjadi pasal karet.
Artinya penafsirannya mudah di tarik kesana kemari secara sepihak oleh penguasa.
Bisa saja orang yang mengkritik pemerintah ditafsirkan sebagai penghina sehingga pelaku dapat di jebloskan kedalam penjara, padahal selama ini rakyat indonesia sudah merasakan kejamnya pasal pasal karet dalam UU ITE yang banyak menelan korban.
Sebagaimana yang di laporkan oleh Jaringan kebebasan berekspresi asia tenggara bahwa sepanjang tahun 2008 hingga tahun 2018 lebih kurang 35.92% pejabat negara mulai dari menteri, kepala daerah hingga instansi dan aparat keamanan melaporkan UU ITE Banyak ulama, Tokoh masyarakat, Toko Islam, warga masyarakat bahkan tokoh tokoh Islam Yang oposisi yang masuk penjara karena dituduh menghina pejabat atau melakukan makar merut mereka, Anehnya hukum malah berlaku tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas semua orang di tangkap karena bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah sebagai penguasa negeri namun tidak melakukan penangkapan terhadap buzzer yang menghina ulama, tokoh Islam dan ajaran Islam.
Akibat dari ancaman yang di mulai dari Undang Undang ITE hingga RKUHP menghasilkan rasa takut warga negara dalam penyampaian kritik dan pendapat terhadap pemerintah sangat tinggi.
Tulisan ini merupakan **Disclaimer : Rubrik Opini adalah Media Warga. Setiap Opini di rubrik ini menjadi tanggung jawab Penulis. Jika ada Pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai Aturan Pers bahwa Pihak tersebut dapat memberikan Hak Jawabnya kepada Penulis Opini, dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.**