ATURAN mengenai Pendaftaran Tanah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Menurut PP tersebut Pendaftaran Tanah harus memenuhi 5 (lima) Asas, yaitu:
1. Sederhana.
Asas sederhana dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama pemegang hak atas tanah.
2. Aman.
Asas Aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuan dari pendaftaran tanah itu sendiri.
3. Terjangkau.
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
4. Mutakhir.
Asas Mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.
5. Terbuka.
Asas Terbuka dimaksudkan bahwa data yang ada di kantor Pertanahan setempat selalu terbuka untuk diakses oleh para pihak yang berkepentingan.
Sedangkan bidang-bidang pendaftaran tanah menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi:
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
2. Tanah hak pengelolaan;
3. Tanah wakaf;
4. Hak milik atas satuan rumah susun;
5. Hak tanggungan;
6. Tanah negara.
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dapat diberikan oleh Negara atas tanah-tanah yang dikuasai secara langsung oleh Negara.
Tetapi dimungkinkan juga Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diberikan oleh pemegang Hak Milik atas tanah.
Berbeda dengan obyek pendaftaran tanah lainnya, pendaftaran tanah Negara dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah, hanya saja sertifikatnya tidak diterbitkan.
Sementara itu untuk obyek pendaftaran tanah yang lain maka obyek tersebut didaftar dengan membukukannya dalam peta pendaftaran dan buku tanah serta menerbitkana sertifikat tanah sebagai tanda bukti haknya.
Menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemrintah Nomor 24 Tahun 1997 tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.
Dalam hal ini Irawan Soerodjo berpendapat bahwa yang dimaksud obyek pendaftaran tanah tersebut bukan tanah Negara dalam arti yang luas melainkan terbatas pada jenis
tanah Negara dalam arti sempit, yaitu atas tanah-tanah hak yang telah jatuh tempo misalnya Hak Guna Bangunan, Hak Guna
Usaha dan Hak Pakai.
Sumber : Pokok-pokok Hukum Agraria di Indonesia (Dr Muwahid, SH, M. Hum)