Lubuk Linggau – [Bintang Hukum.Com] Salah satu kandidat Ketua KT Kota Lubuklinggau, Almeidy Sastra Dikrama atau yang biasa disapa Midun merasa didzholimi dengan dikirimkan undangan TKKT hanya melalui pesan Whatsapp dan hanya berjarak 30 menit dari penyelenggaraan, serta lima Ketua Karang Taruna Kecamatan di Kota Lubuklinggau juga melayangkan protesnya.
Kini pihak Almeidy dan Lima Ketua Karang Taruna Kecamatan di Kota Lubuklinggau melaporkan polemik yang terjadi di TKKT Ke-III Karang Taruna Lubuklinggau serta mencari keadilan ke Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT).
Midun dan Kelima Ketua KT Kecamatan di Lubuklinggau resmi melayangkan laporan ke PNKT pada Kamis (24/03/2022) sekira Pukul 13.00 WIB yang diterima langsung oleh salah satu PNKT, Yudi.
Ketua KT Kecamatan Lubuklinggau Selatan I, Ade Irwansyah, menjelaskan bahwa dirinya dan keempat Ketua KT Kecamatan lainnya yaitu Ketua KT Kecamatan Selatan II Pangku Alam, Ketua KT Kecamatan Timur II Dian Eka Saputra, Ketua KT Kecamatan Barat I Tomi Irawan, dan Ketua KT Kecamatan Barat II Feri Irawan, tidak pernah menerima undangan TKKT Kota Lubuklinggau
Versi Hotel Dewinda yang diselenggarakan pada Tanggal 13 Maret 2022 Pukul 19.30 WIB sehingga mereka merasa perlu untuk mencari keadilan sampai ke tingkat PNKT.
“Telah tercipta sejarah kelam di dunia Karang Taruna Kota Lubuklinggau, diduga panitia tidak menjalankan fungsinya dengan amanah, bahkan terkesan kucing-kucingan. Bagaimana tidak, kami sebagai pemegang hak suara tidak diundang di acara TKKT versi Hotel Dewinda. Ini sudah dzolim dan kami datang ke PNKT ini demi mencari keadilan. Dan alhamdulillah pihak PNKT menanggapi dengan sangat baik apa yang kami laporkan” ungkap Ade.
Karena sudah ada hak kami yang dilanggar dengan diduga melakukan tipu-tipu, apalagi pihak SC terkesan tidak netral dan full membackup salah satu calon kandidat, ini sudah tidak sehat. Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan dan renungan kita semua,”
Selain itu, menurut Ade TKKT Versi Hotel Dewinda tidak sah karena tidak memenuhi unsur kuorum. Menurutnya, caretaker tidak memiliki hak suara untuk menentukan peserta kuorum atau tidak.
“Menurut ART Pasal 39 Ayat 2 Tentang Temu Karya, peserta penuh yang bisa memenuhi unsur kuorum adalah pengurus yang bersangkutan, pengurus satu tingkat di atasnya, dan pengurus satu tingkat di bawahnya.
Sementara Pasal 14 AD KT menjelaskan pengurus harus diangkat dan disahkan melalui temu karya. Caretaker tidak dipilih melalui temu karya sehingga tidak bisa dimasukkan dalam klausul pemilik suara dan peserta penuh, sementara di TKKT Versi Hotel Dewinda caretaker sebagai penentu kuorum bahkan cenderung memihak dan tidak netral” terang Ade.
Selain itu Ade juga menerangkan jika salah satu SK yang juga dianggap sebagai unsur kuorum juga tidak sah. Karena ada salah satu SK Kecamatan yang dibuat setelah AD/ART hasil TKN 2020 disahkan, masih ditandatangani oleh camat.
“Padahal menurut AD/ART yang berhak mengesahkan adalah pengurus satu tingkat di atasnya, bukan camat,” pungkas pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini.
Untuk itu, Ade dan semua pihak yang merasa didzholimi berharap agar PNKT bisa memberikan keadilan dan memberikan sanksi organisasi kepada Pengurus KT Provinsi Sumatera Selatan serta semua pihak dalam naungan organisasi KT yang terlibat dalam TKKT versi Hotel Dewinda tersebut. (Ferry)