Membedah Dinamika Ketatanegaraan: Otonomi Daerah sebagai Pilar Demokrasi Substantif

NEGARA Kesatuan Republik Indonesia telah merancang sistem ketatanegaraan yang canggih melalui desentralisasi, sebuah pendekatan strategis yang mentransformasikan hubungan pusat-daerah dari relasi hierarkis menjadi model kolaboratif yang mendorong kemandirian dan kreativitas lokal.

Pendekatan struktural ini mengubah pola hubungan kekuasaan dari model vertikal yang kaku menjadi kerangka horizontal yang lebih fleksibel, di mana pemerintah daerah tidak sekadar menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat, melainkan memiliki kewenangan substantif untuk mengambil keputusan strategis.

Dalam kerangka ini, desentralisasi dirancang sebagai mekanisme pembagian kewenangan yang terukur antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dengan setiap level pemerintahan memiliki ruang gerak untuk mengelola urusan pemerintahan sesuai kapasitas dan karakteristik wilayahnya.

Sistem ini mendorong terbentuknya akuntabilitas kelembagaan yang lebih transparan, di mana setiap unit pemerintahan dituntut untuk mampu menjelaskan kebijakan, penggunaan anggaran, dan capaian pembangunan kepada masyarakat.

Lebih dari sekadar pembagian administratif, pendekatan struktural desentralisasi memberikan ruang bagi daerah untuk mengidentifikasi, menginventarisasi, dan mengembangkan potensi spesifik yang dimilikinya, baik dari segi sumber daya alam, ekonomi, maupun budaya.

Mekanisme checks and balances yang dibangun mencegah terjadinya sentralisasi kekuasaan dan mendorong praktik tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis, menjadikan desentralisasi instrumen kunci dalam mewujudkan demokrasi substantif di tingkat lokal.

Dengan demikian, transformasi struktural ini menggambarkan upaya sistematis untuk membangun sistem ketatanegaraan yang responsif, partisipatif, dan berkeadilan, yang memungkinkan setiap daerah mengaktualisasikan potensi lokalnya dalam kerangka negara kesatuan yang kokoh dan bermartabat.

Otonomi Daerah dalam Tinjauan Konstitusional dalam Perspektif para Pakar

Dalam Seminar Nasional Hukum Tata Negara yang diselenggarakan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada 14 Desember 2022, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dengan tegas menegaskan, _”Otonomi daerah bukanlah sekadar pembagian administratif wilayah, melainkan proses pemberdayaan sistemik yang memungkinkan setiap daerah mengaktualisasikan potensi lokalnya dalam kerangka negara kesatuan. “_

Selain itu Pandangan serupa disampaikan Dr. Saldi Isra, guru besar hukum tata negara Universitas Andalas, dalam Forum Diskusi Ketatanegaraan di Kementerian Dalam Negeri pada 22 Maret 2023.

Beliau menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan bukti konkret komitmen negara untuk menerapkan prinsip otonomi seluas-luasnya, dengan tetap memperhatikan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam hal Kompleksitas Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Profesor Ahmad Yani dari Universitas Padjadjaran, dalam Simposium Nasional Pembangunan Daerah di Bandung pada 17 November 2023, menyoroti dimensi yang lebih mendalam tentang kualitas pemerintahan daerah.

_”Kualitas pemerintahan daerah tidak sekadar diukur dari capaian administratif, melainkan kemampuannya menciptakan ruang partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan.

Transparansi, akuntabilitas, dan inovasi menjadi kunci utama,”_ paparnya.

Tantangan dan Dinamika Struktural

Pembangunan daerah dihadapkan pada serangkaian tantangan kompleks, baik internal maupun eksternal.

Secara internal, daerah menghadapi keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur yang belum merata, kesenjangan ekonomi antarwilayah, dan kapasitas inovasi kelembagaan.

Sementara itu, secara eksternal, daerah berhadapan dengan dinamika globalisasi, perubahan iklim, disrupsi teknologi, dan kompleksitas geopolitik nasional.

OPINI : Muhammad Fauzi (Mahasiswa Hukum Tata Negara STAI Bumi Silampari, Lubuk Linggau, SUMSEL)

Pos terkait