MUHAMMAD NUR LAPONG
Direktur LBH & Research Centre ForJIS
Ada apa dengan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal akal sehat dan konsistensi negeri ini dalam berkonstitusi sesuai UUD 45 ?
Pernyataan Jubir Ketua MK Fajar Laksono hari ini Senen 12 September 2022 membuat publik terhenyak mengenai, Presiden Dua Priode Tak dilarang Maju Capres. Menurutnya tak ada peraturan yang melarang hal tersebut, namun lebih kepada etika politik. Dia mengamini Pasal 7 UUD 45 masih bisa perdebatkan, walau dia sendiri berada di posisi yang menganggap pasal itu melarang presiden 2 priode menjadi cawapres di priode berikutnya.
Saya sendiri sangat menyayangkan pernyataan Fajar Laksono sebagai pejabat penting dilingkungan MK, sangat tidak etis pernyataan tersebut keluar dari mulut seorang pejabat, yang mana mendahului putusan Hakim MK, bahkan Mendahului pihak yang akan menggugat mengajukan Judicial Review terhadap pasal 7 UUD 45 dari UU/pasal pasal yang bertentangan. Dia menarasikan tentang etika politik, tapi dia sendiri menafikan etikanya sebagai seorang pejabat MK.
Dia seharusnya berhati hati sebagai jubir MK dia bukan seorang pengamat melainkan dia seorang pejabat MK dimana pernyataan itu bisa menimbulkan tafsir liar yang dibaca publik, sebab pernyataanya itu akan menimbulkan sakh wasangka terhadap MK yang sudah di caci banyak orang atas ketidaketisan Ketua MK sekarang ini masih menjabat Ketua MK setelah menjadi adik Ipar Presiden Jokowi, yang mana jabatan presiden adalah termasuk objek/subjek-locus standing gugatan MK.
Pernyataan tersebut juga bisa menimbulkan fight a conflict terhadap hakim hakim MK yang kelak akan menjadi hakim panel yang memeriksa di persidangan MK terhadap judicial review yang diajukan oleh pihak penggugat nantinya.
Masih lekat diingatan publik ketika Tempo 4 tahun lalu, 27 Februari 2018 mewawancarai saudara Fajar Laksono mengatakan, “secara hukum, tidak boleh ada orang pejabat sebagai presiden atau wakil presiden lebih dari dua kali masa jabatan.” Fajar mengatakan aturan itu hasil amandemen dengan semangat pembasan jabatan untuk menghindari kesewenang-wenangan yang bisa merugikan masa depan demokrasi. Pernyataan ini tentu erat kaitannya dengan rencana PDIP kala itu untuk menduetkan kembali Jokowi – JK.
Ada dua pernyataan yang tidak etis yang disampaikan dalam kurun waktu yang berbeda yang keduanya bertolak belakang oleh Fajar Laksono seperti dikemukakan di atas sebenarnya untuk apa? Tangkapan publik ini menimbulkan pertanyaan yang serius. Apakah bisa seorang pejabat lembaga publik yang mengurusi sengketa ketanegaraan di bawah UUD 45 yang diputus final dapat membuat pernyataan publik yg di kategorikan sebagai Pernyataan Politik atau itu memang sesungguhnya pernyataan resmi dari Lembaga yang di pimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, adik Ipar Presiden Jokowi?
Diingatan Publik hari ini tentang MK adalah putusan MK tentang ambang batas yg menurut politisi Hidayat Nur Wahid anggora DP PKS sudah 17 kali dilakukan selalu di tolak dan tetap keukeh dengan PT. 20%. Dan disisi lain ingatan publik yang paling anyar adalah perkawinan politik antara Ketua MK Anwar Usman dengan Idayati adik Presiden Jokowi.
Entah kedua peristiwa ini di sengaja atau tidak ? Mahkamah Konstitusi telah menjadi bulan-bulanan bullyan publik yang ingin melihat MK berdiri tegak lurus, mengingat posisi strategisnya memutus setiap sengketa Pilkada dan Pemilu yang sangat menentukan kepemimpinan negeri ini, yang publik semesta tahu bahwa oligarkhi sangat berkepentingan ikut cawe cawe dalam memperbesar peluang keserakahan mereka.
Bisa saja publik menduga bahwa pernyataan Jubir MK Fajar Laksono di atas bisa ditafsirkan sebagai awal sinyal kemana arah capres mendatang, sama seperti pernyataan Fajar Laksono pada tahun 2014 untuk mengganjal JK untuk wapres berikutnya. Sedang pernyataan Fajar Laksono hari ini seperti yang dikemukakan di atas bisa di duga sebagai sinyal kepada mantan capres untuk menjadi wapres. Apa iya? Dalam politik tak ada yang tidak-mustahil, semua bisa terjadi.
Dan MK adalah bagian dari sasaran politik oligarkhi yang harusnya mustahil namun bisa terjadi kapan waktu !
MK dalam berapa peristiwa politik yang menyertainya tidak bisa lepas dari gendang politik Oligarkhi sejak pemilihan anggota hakim MK, pemilihan Ketua MK dan sampai soal anggaran MK. Namun publik tetap berharap agar MK sebagai hasil reformasi dan amandemen UUD 45 dalam menjaga tegaknya demokrasi dapat tegak lurus dari godaan oligarkhi?
Rorotan/12/9/2022
Tulisan ini merupakan **Disclaimer : Kanal Opini adalah Media Warga. Setiap Opini di kanal ini menjadi tanggung jawab Penulis. Jika ada Pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai Aturan Pers bahwa Pihak tersebut dapat memberikan Hak Jawabnya kepada Penulis Opini, dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.**